Aksi Penolakan BBM dilakukan Pimpinan Cabang (PC) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Trenggalek Dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Trenggalek di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Trenggalek pada hari Kamis, (8/9/22).
Seruan Aksi ini merupakan instruksi dari Dewan Pimpinan Daerah (DPD) IMM Jawa Timur pada tanggal 4 September 2022. Dengan kolaborasi aliansi Mahasiswa, PC IMM Trenggalek dan DPC GMNI Trenggalek sepakat membawa kadernya untuk turun aksi menyuarakan aspirasi dengan tuntutan menolak penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan menuntut turunkan BBM Bersubsidi.
kesempatan tersbut juga menyatakan Rilis Pernyataan Sikap IMM Dan GMNI Terhadap Kenaikan Harga BBM, yang isinya:
Kami (IMM dan GMNI) menilai, kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi merupakan keputusan yang tidak tepat karena hanya akan mengorbankan kesejahteraan Rakyat, khususnya rakyat kecil.
Ada beberapa alasan yang mendasari penolakan IMM dan GMNI terhadap pemerintah yang menaikkan harga BBM bersubsidi, antara lain:
1. Pemerintah berdalih bahwa harga BBM Indonesia saat ini merupakan yang termurah di dunia. Namun, berdasarkan data yang ada, harga BBM Indonesia saat ini (khususnya jenis Pertalite) Indonesia bahkan tak masuk dalam 10 besar harga termurah. Bahkan, apabila disandingkan dengan daya beli masyarakat yang merujuk pada PDB per kapita Negara Indonesia tidak termasuk dalam daftar 5 negara teratas dengan harga “BBM yang terjangkau”.
IMM dan GMNI menilai klaim pemerintah yang menyebut harga BBM di Indonesia saat ini termurah di dunia maupun terjangkau adalah sesat. Bahkan dengan kondisi BBM yang disubsidi pemerintah saat ini, harga ini belum termasuk “murah dan terjangkau” bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Dengan kata lain, rencana menaikkan harga BBM pasti akan membebani rakyat yang belum pulih dan dampak pandemi Covid-19
2. Dengan menaikkan harga BBM, maka pemerintah membuka ruang bagi kenaikan inflasi yang berdampak negatif bagi ekonomi nasional.
Berdasarkan pengalaman sebelumnya, saat terjadi kenaikan harga BBM, harga kebutuhan barang masyarakat akan semakin meningkat dan daya beli masyarakat akan merosot tajam.
Hal ini akan berdampak langsung pada perekonomian negara yang saat ini justru ditopang oleh konsumsi rumah tangga sebesar 56%. Tingginya laju inflasi juga akan mengakibatkan tingkat kesejahteraan masyarakat semakin menurun yang berujung pada bertambahnya orang miskin di Indonesia.
3. Pemerintah tidak melakukan politik subsidi BBM dengan strategis. Politik energi Nasional seharusnya bersinergi dengan politik luar negeri dan diplomasi ekonomi, namun selama ini masih berjalan parsial dan memiliki banyak kelemahan. Gejolak harga minyak global bisa ditekan di sisi hulu (upstream), apabila pemerintah mendorong Pertamina untuk lebih giat melakukan eksploitasi ladang-ladang migas baru.
Termasuk menarik investor potensial untuk menanamkan modal di infrastruktur kilang minyak bagi Pertamina dan berdampak positif juga untuk APBN. Kami juga menilai politik energi nasional belum berdaulat, Indonesia masih bisa didikte oleh asing.
4. Pemerintah mengalihkan subsidi BBM ke Bantuan Langsung Tunai (BLT) guna mengurangi dampak inflasi yang akan timbul, sangat rentan terjadi penyelewengan, sebagaimana korupsi (bancakan) atas bansos Covid kemarin. Belum lagi persoalan data penerima bansos yang tidak akurat, dianggap lebih menyulitkan daripada membatasi atau mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi agar lebih tepat sasaran. Ditambah, kondisi saat ini menjelang perhelatan Pemilu 2024, semakin menguatkan asumsi akan kekhawatiran kita bahwa pengalihan subsidi BBM menjadi BLT akan menjadi ajang bancakan untuk dana politik bagi calon dari KIB.
Berdasarkan kajian PC IMM dan DPC GMNI diatas, sudah selayaknya pemerintah mengkaji ulang dan membatalkan kenaikkan harga BBM bersubsidi yang dianggap justru akan membebani rakyat. Pemerintah seharusnya memikirkan dan membuat kebijakan agar subsidi energi yang dikeluarkan pemerintah harus tepat sasaran bagi masyarakat yang benar-benar membutuhkan Banyak cara yang dapat ditempuh pemerintah untuk melakukan pembatasan konsumsi BBM agar subsidi yang dilakukan pemerintah lebih tepat sasaran, namun anehnya, pemerintah lebih memilih untuk memotong subsidi energi dan mengalokasikan dana bansos bagi masyarakat untuk mengurangi (meredam) dampak yang akan terjadi, yang justru biasanya akan menimbulkan polemik baru.
Maka dari itu DPC GMNI dan PC IMM sepakat dengan tegas menolak terhadap kenaikan harga BBM.
Surat Rilis Pernyataan Sikap tersebut ditanda tangani oleh Ketua GMNI: Mochamad Sodiq Fauzi, Ketua IMM: Adiema Rahmandani, Ketua DPRD Trenggalek: Samsul Anam, Wakil Ketua DPRD: Arik Sri Wahyuni. (INFOKOM_Candra Dwi Aprida)
Leave a Reply