kitapemuda.com-“Sejatinya ibadah di dunia itu hanyalah sebentar, yakni sampai kita mati. Jika sedetik setelah kita selesai membaca kutipan ini mati. Maka usai sudah tugas kita beribadah di dunia kepada-Nya”.
Bulan berganti bulan, tahun berganti tahun, tidak terasa Ramadan menyapa umat muslim dunia kembali. Terpatri jelas raut wajah sumringah pada jiwa-jiwa perindu bulan mulia penuh limpahan pahala nan luas pengampunan Rabb penguasa semesta. Bagaimana tidak rindu, jika datangnya hanya sekali dalam setahun. Syukur jika Allah masih memberi kita panjang umur sehingga kita bisa merasakan manisnya ibadah di bulan Ramadan. Jika tidak, habislah kesempatan kita untuk meraup pahala berlimpah di bulan suci Ramadan. Sayang banget kan ya, tetapi mau bagaimana lagi mati hidup manusia hanya Allah yang tahu.
Ramadan, bulan mulia yang menyajikan berbagai nikmat ibadah berbuah pahala berlipat-lipat. Dibukanya pintu-pintu langit untuk mendengar rintihan hamba yang menengadah menggaungkan permohonan ampun kepada-Nya. Bulan dimana pintu-pintu surga dibuka lebar-lebar oleh Allah, pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu. Sungguh mulia, Allah memberi kesempatan yang begitu luar biasa bagi hamba-Nya untuk memaksimalkan ibadah sebagai tambahan bekal menuju surga-Nya. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita menjalani hari-hari di bulan Ramadan dengan sebaik-baiknya, tidak sekedar berorientasi pada THR dan baju baru semata.
Sejatinya, yang bisa menentukan bagaimana ibadah kita adalah diri kita sendiri. Jika kita niat ikhlas dan berusaha untuk khusyuk dan totalitas dalam beribadah kepada-Nya, maka In Syaa Allah semuanya akan terlaksana dalam naungan rida Allah. Bahkan optimisme yang besar jika balasan pahala yang akan kita terima nantinya juga besar. Namun sebaliknya jika kita acuh, menggampangkan, maka balasan pahala yang akan kita terima sudah pasti juga tidak seberapa. Bahkan bisa di bayangkan jika apa yang kita terima sejengkal saja belum cukup untuk menyeret kaki kita mendekati pintu surga.
Manusia adalah tempatnya salah, lupa, dan lalai dalam segala hal utamanya perihal ibadah. Banyak manusia yang masih menggampangkan kesempatan hidup yang diberikan oleh Allah. Berdalih masih ada hari esok, padahal sejatinya tidak ada satu makhluk pun yang bisa menjamin sampai kapan napas kita masih berhembus, nadi kita akan berdenyut, jantung kita akan terus berdetak mengikuti detik jarum jam penghidupan. Jika Allah mau, saat ini juga malaikat Izrail sudah bersiap mancabut nyawa kita. Kalau sudah demikian manusia tinggal berpandangan kosong sembari terus menyuarakan kata-kata penyesalan “seandainya dulu aku begini dan begitu”, hingga terus berputar bagai kaset rusak di dalam benak mereka.
Allah ta’ala berfirman “Hingga apabila datang kematian kepada seorang dari mereka, dia berkata (Ya Rabb-ku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku beramal shalih terhadap yang telah aku tingglkan. Sekali-kali tidak sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkan saja. Dan dihadapan mereka ada barzakh sampai hari mereka dibangkitkan.” (Qs.Al-Mu’minun : 99-100). Sekiranya begitulah ucap penyesalan manusia tatkala masa hidupnya di dunia telah dicabut, berganti kealam keabadian (akhirat). Ya, manusia-manusia itu menyesal karena salah sudah menyia-nyiakan waktu untuk berleha-leha, mengerjakan hal-hal yang tidak bermanfaat selama hidup du dunia. Giliran masa hidupnya sudah dicabut, mereka baru rela menebusnya dengan berbagai hal agar bisa kembali ke dunia guna memperbaiki amalan mereka. Tetapi apalah daya, nasi sudah terlanjur menjadi bubur. Waktu tidak dapat berputar ulang, tinggal menyisakan penyesalan memilukan hingga ketulang-belulang.
Begitu pula dalam setiap moment Ramadan tiba, sudah seharusnya kita memaksimalkan ibadah kita baik ibadah vertikal (dengan Allah SWT) maupun ibadah horizontal (dengan sesama makhluk). Mari sama-sama kita tanamkan bayangan jika kita besok mati dalam jiwa kita yang paling khusyuk. Agar setidaknya ada controlling dari diri kita pribadi ketika kita merasa malas dalam beribadah ataupun melakukan amalan-amalan baik lainnya. Tanamkan dalam mindset kita, jika tidak sekarang kapan lagi. Tidak perlu menunggu sakaratul maut menghampiri. Karena ibadah di dunia hanyalah sampai mati, jika sedetik kemudian kita mati ya sudah selesai tugas kita beribadah kepada-Nya di dunia yang fana ini.
Hendaknya setiap hembus nafas, kita basahi bibir dengan dzikir mengagungkan asma-Nya. Seraya membayangkan dalam tiap langkah jika besok malaikat Izrail datang siap mencabut nyawa kita. Pikirkan, sudah cukupkah bekal kita untuk menghadapi alam akhirat? Jangan sampai kita merasa terlalu percaya diri jika amalan ibadah kita cukup untuk mengantarkan kita ke surga, hingga kita lalai untuk terus meningkatkan kualitas ibadah kita setiap harinya. Timbul, pemikiran jika kita mati besok sungguh bekal yang kita miliki masih sangat kurang itu lebih baik. Sebagai pendorong diri untuk selalu berbenah dalam beribadah.
Hamba Allah yang dalam benaknya selalu timbul bayangan andai besok mati, pastilah akan berhati-hati dalam menjalani kehidupan. Semaksimal mungkin pasti akan berusaha supaya ibadahnya terjaga, tidak terlalaikan dengan percuma. Orientasi terhadap dunia akhirat begitu diperhatikan dengan sungguh. Hingga berusaha total beribadah secara menyeluruh. Oleh karena itu dalam menjalani Ramadan dari hari ke hari kita umat muslim sangat perlu untuk menanamkan dalam diri pribadi bayangan jika besok mati bagaimana ya? apakah amal ku sudah cukup? Optimisme yang besar jika mindset demikian masih terpatri dalam sanubari, maka selepas Ramadan berlalu pun In Syaa Allah semangat istiqamah kita dalam beribadah akan selalu terjaga. Karena mindset tersebut sudah ada dalam diri kita, kita pula yang membuatnya bertahan, dan tidak ada seorangpun yang bisa melenyapkannya kecuali diri kita sendiri. Bahkan bisa saja mindset tersebut menjelma menjadi suatu bentuk kebutuhan dalam sistim pertahanan ibadah kita, agar senantiasa istiqamah beribadah selama hidup di dunia. (SISKA FADHILA_IPM TRENGGALEK)
Leave a Reply