Tema Musda IPM Trenggalek: Abhipraya Gantari, Sahwahita Jaya

Dialektika dan dinamika organisasi bagi IPM merupakan suatu tantangan dan peluang untuk membangun strategi dan gerakan sebagai suatu jawaban. Pemahaman atas kondisi-kondisi mendesak yang tengah terjadi, baik dalam lingkup kondisi lokal, nasional hingga internasional memaknai alur gerakan dan kebijakan IPM dimasa sekarang maupun masa mendatang. Transformasi dan tajdid menjadi wacana yang sudah seharusnya digerakkan sebagai upaya IPM dapat terus hidup dan berkembang sesuai dengan realitas zaman. Hal inilah yang sebagian besar mengilhami dalam perumusan tema Musyawarah Daerah IX IPM Trenggalek. Hal-hal fundamental dibangun dan diproyeksikan untuk menjadi acuan dalam proses penentuan kebijakan organisasi sehingga gerakan yang direalisasikan tidak hanya sebatas bayang-bayang tidak jelas dan dapat dirasakan hingga akar rumput.

Tema besar Musyawarah Daerah IX IPM Trenggalek didasari oleh beberapa hal yang menandakan suatu hubungan yang kuat dalam mengemban amanah sebagai gerakan sosial dan dakwah dikalangan pelajar. Dasar-dasar tema Musyawarah Daerah IX IPM Trenggalek.

Pertama, pergerakan IPM dimasa awal menitikberatkan pada refleksi nilai-nilai Al-Qalam sebagai jati diri IPM menjadi sebuah gerakan keilmuan dan pencerdasan. Hal tersebut menandakan bahwa kemauan untuk terus belajar dan membuka diri atas gagasan keilmuan dikedepankan oleh IPM sebagai suatu landasan dalam melahirkan suatu gerakan kreatif.

Kedua, posisi dan peran IPM sebagai bagian keluarga Muhammadiyah dan bangsa berjalan tak lepas dari komitmen perjuangan yang dinarasikan dalam tujuan IPM, yakni terbentuknya pelajar muslim yang berilmu, berakhlak mulia, dan terampil dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya sehingga hal tersebut landasan dalam membentuk pelajar Indonesia, khususnya pelajar Muhammadiyah yang berkualitas dan berdaya.

Ketiga, Muhammadiyah sebagai al-harakah al-tanwîriyah menguatkan gerakan islam berkemajuan menjadi suatu keniscayaan dalam pembaharuan pemikiran agar tetap kokoh dalam membawa misi sosial dan dakwah persyarikatan serta terhindar dari kejumudan. Berdasar pemikiran inilah, IPM men-breakdown menjadi gerakan masa depan yang diselaraskan dengan visi misi IPM untuk memulai pembangunan pelajar ilmu berkemajuan serta menciptakan hal-hal solutif untuk sebuah kemajuan zaman.

Mengangkat diksi Abhipraya Gantari, Sahwahita Jaya menjadi tema besar Musyawarah Daerah IX IPM Trenggalek yang sarat akan makna filosofis. Tema ini merupakan sebuah refleksi selama dinamika IPM Kabupaten Trenggalek berjalan untuk tetap dapat membangun peradaban ilmu yang sejalan dengan tujuan IPM dan persyarikatan serta menjawab tantangan zaman sehingga hadirnya IPM dapat dirasakan kebermanfaatannya bagi masyarakat luas dalam rangka mencapai rahmatan lil alamin.

ABHIPRAYA GANTARI

Diksi Abhipraya Gantari memiliki makna menyinari asa peradaban. Asa dimaknai sebagai suatu bentuk dasar tujuan dan cita-cita IPM (dream) yang ingin diwujudkan dan akan menghasilkan solusi untuk dimasa mendatang. Perkembangan zaman secara dinamis menuntut organisasi berjalan bahkan berlari agar tidak tertinggal, baik secara pemikiran, gerakan dan sistem kerja. Dalam mengikuti arus perkembangan zaman, organisasi perlu mempelajari realitas kebutuhan yang sedang dan akan terjadi disamping mempelajari karakteristik teknologi yang digunakan. Hal ini penting untuk membangun progresivitas peradaban yang sesuai dengan keadaan masa depan.

Membangun pelajar berkemajuan yang dicita-citakan turut menyelaraskan keseimbangan dalam adab dan moderasi nuansa digital. Wacana digitalisasi telah menjadi suatu kebutuhan bagi organisasi, khususnya IPM. Arah transformasi teknologi dalam peradaban digital perlu diperhatikan untuk melahirkan gerakan IPM yang konkrit dan futuristik. Ketrampilan dan nalar kritis menjadi modal awal dalam proses migrasi digital yang diproyeksikan. Hal ini dilakukan untuk membatasi pola pikir kader dan pola kerja agar sesuai dengan koridor organisasi dan esensi nilai gerakan IPM sebagai aksentuator gerakan dakwah amar maruf nahi mungkar di kalangan pelajar dan wadah kaderisasi kader Muhammadiyah yang dapat membawa dan menjalankan misi persyarikatan dimasa mendatang. Hal ini tetap dijadikan pondasi awal digitalisasi peradaban agar transformasi digital IPM tidak menggeser nilai-nilai strategis IPM. Ketika nilai-nilai ini tergeser, maka IPM akan kehilangan jati diri dalam arus globalisasi sehingga dalam rangka mencapai tujuan IPM membutuhkan waktu yang panjang dengan kebijakan yang tidak relevan.

SAHWAHITA JAYA

Makna Sahwahita Jaya atau menebar manfaat untuk kemajuan merefleksikan penggalan hadist yang familiar yakni khoirunnas anfa’uhum linnas. Tentu sebuah keanehan dan kelucuan, jika mengatakan IPM namun tidak memahami esensial IPM sebagai gerakan pelajar yang membangun hubungan antara kader dan masyarakat. Kedua aktor sosial ini memiliki keterkaitan erat yang perlu dipahami secara utuh sebagai dasar pentingnya peran pelajar dalam lingkungan sosial masyarakat. Sebagai kaum terdidik, pelajar memiliki fungsi strategis yaitu penyampai kebenaran, agen perubahan dan generasi penerus masa depan yang akan menjadi tumpuan serta harapan masyarakat dimasa yang akan datang.

Dengan segmentasi massa adalah remaja dan dewasa awal, IPM senantiasa membawa design gerakan yang futuristik dan terbuka dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai keadaban. Rancangan-rancangan gerakan IPM disusun sebagai suatu jawaban dari lahirnya IPM yang ditunggu masyarakat baik secara pemikiran dan kontribusi bagi masyarakat. Problematika masyarakat hari ini perlu dikawal dari masalah pada tingkatan akar rumput yakni segmentasi pelajar yang kemudian akan ditindaklanjuti pada tingkatan yang lebih tinggi. Sebagai gerakan sosial dan dakwah yang berkonsentrasi terhadap pelajar, IPM dituntut untuk dapat berpihak untuk kepentingan pelajar. Hal-hal tersebut kemudian menghadirkan pertanyaan sejauh mana kapabilitas IPM dari sisi keilmuan menjangkau permasalahan sosial, baik pada pelajar maupun masyarakat secara umum. Sisi keilmuan yang dimaksud tak hanya terpaku pada bagaimana IPM menyelami dinamika sosial namun juga bagaimana ajaran agama islam didalami dan diimplementasikan sebagai suatu landasan fundamental demi terwujudnya baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.

Melalui tema ini, Musyawarah Daerah IX IPM Trenggalek ditafsirkan sebagai platform untuk membangun dan menguatkan tools dalam mewujudkan cita-cita IPM sekaligus upaya pengembangan sumber daya insani yang memiliki future oriented serta memiliki kemampuan membangun peradaban baru yang dapat melampaui batas-batas keyakinan dan men-influence realitas sosial. IPM Trenggalek mencoba melahirkan kembali ideologi moderat dan pembaharuan untuk suatu pencerahan peradaban pelajar berkemajuan dimasa mendatang yang didasari pada pendalaman Al-Qur’an dan Al-Hadits, dimana pendalaman dalam pemahaman ini senantiasa berbeda sepanjang zaman, baik dari metode analisis, lokalitas umat dan kontekstualisasi zaman sehingga IPM perlu dapat menafsirkan secara mendalam agar tidak salah bergerak.

Pelajar berkemajuan merefleksikan kembali Islam sebagai agama berkemajuan (din al-hadlarah) menurut Muhammadiyah sebagai satu kesatuan tujuan bersama persyarikatan untuk memajukan, mengembangkan dan memberdayakan kehidupan baik personal maupun keumatan dari suatu keterbelakangan, kebodohan, ketidakadilan dan kesenjangan lainnya yang muncul dalam realitas masyarakat. Keterbukaan dan wawasan moderasi tetap IPM Trenggalek gaungkan untuk menghindari terjebaknya kader IPM dari pemikiran-pemikiran islam yang eksklusif dan konservatif. Pemikiran-pemikiran tersebut perlu dimasifkan kembali agar gerakan IPM menguat dengan prinsip kolaboratif yang manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh umat. (PD IPM TRENGGALEK)