Mengenal Majelis Tarjih dan Tajdid (Part 1) : 2 Jalan Menuju Muhammadiyah

Tidak semua warga maupun simpatisan Muhammadiyah mengetahui tentang Majelis Tarjih dan Tajdid. Padahal Majelis Tarjih dan Tajdid ini adalah jantungnya gerakan Muhammadiyah yang menjadi pengendali bagi laju perjuangan Muhammadiyah dalam melakukan pencerahan di tengah-tengah masyarakat muslim yang masih sangat kokoh dalam memegang erat keyakinan adat.

Jika kita cermati, maka rata-rata terdapat dua jalan warga untuk masuk ke Muhammadiyah.

1 . Cinta Karena Faham Keagamaan di Muhammadiyah
Ada yang mengenal lalu tertarik pada Muhammadiyah karena mengetahui bahwa faham keagamaan yang dimiliki Muhammadiyah itu tidak mau kompromi terhadap kepercayaan masyarakat Islam yang masih sangat lekat dengan tradisi tahyul, khurafat, maupun bid’ah. Bagi masyarakat muslim yang mengenal lalu tertarik pada Muhammadiyah karena faktor tersebut lalu jika pemahaman mereka lepas dari pola-pola yang dikembangkan Majelis Tarjih dan Tajdid, maka bisa mengarah pada pemahaman-pemahaman keagamaan dari fatwa-fatwa perseorangan yang serba tekstual hingga tidak relevan lagi dengan gerakan tajdid yang dikembangkan oleh Muhammadiyah itu sendiri.

Bahkan tidak menutup kemungkinan ketika yang bersangkutan sudah asyik dengan pemikiran-pemikiran tekstualnya, tatkala ada beberapa pemahaman-pemahaman barunya yang berbenturan dengan fatwa-fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid, bisa jadi rasa egonya akan menguat hingga berbalik menjadi penghambat terhadap laju gerakan Muhammadiyah. Kelompok-kelompok inilah yang sering dicari-cari oleh pihak-pihak yang merasa terpojok oleh dakwah-dakwah tekstualnya yang kurang kompromi dengan psikologis masyarakat muslim tradisional. Dan karena pemahaman mereka masuknya lewat jalur Muhammadiyah, tidak jarang terjadi Muhammadiyah lah yang menjadi sasaran hantaman pihak-pihak yang merasa terganggu kepentingannya sebagaimana dimaksud.

2. Cinta Karena Berkat Bekerja/Keberhasilan di Amal Usaha Muhammadiyah
Bagi masyarakat muslim yang tertarik pada Muhammadiyah karena faktor-faktor tersebut, jika mereka tidak segera mengenal fatwa-fatwa tarjih, maka efek samping dari ketertarikan lewat jalur tersebut, sangat memungkinkan mereka lebih mudah larut dalam jebakan-jebakan duniawi, yang justru menjadi hambatan serius bagi gerakan Muhammadiyah.

Kita ambil contoh misalnya ketika berkecimpung dalam dunia politik sangat memungkin yang bersangkutan ikut-ikutan nimbrung mengembangkan semangat toleransi tanpa batas, jika ia seorang yang berkarakter kepemimpinan, sangat mungkin akan mengembangkan semangat meraih prestasi tanpa peduli terhadap hilangnya martabat.

Maka tidak menutup kemungkinan pula seseorang yang sepertinya nampak telah menjadi pejuang Muhammadiyah, ia begitu mudahnya hengkang dari Muhammadiyah hanya karena kecewa kehilangan jabatannya di persyarikatan yang dinilainya strategis untuk maksud-maksud duniawi.

Jika demikian maka berarti Muhammadiyah bukan lagi dijadikan sarana perjuangan untuk terwujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, tetapi Muhammadiyah telah dijadikan sekedar alat bagi tercapainya ambisi pribadi yang bersangkutan. Dan biasanya ini terjadi atas orang-orang pinter di Muhammadiyah yang tengah dikuasai rasa ego mereka masing-masing yang tengah menguat. Maka tidak menutup kemungkinan orang-orang seperti ini bisa menjadi bumerang untuk berbalik menyerang Muhammadiyah.

Perlu kita ingat, bahwa semakin berat dan banyaknya persoalan yang dihadapi warga Muhammadiyah, sangat tidak mungkin jika hanya mengandalkan pemikiran-pemikiran KH Ahmad Dahlan seorang. Inilah yang melatarbelakangi dibentuknya Majelis Tarjih tahun 1927, dan dalam perkembangannya ditingkatkan menjadi Majelis Tarjih dan Tajdid Perkembangan Pemikiran Islam.

Tetapi sayangnya masih sangat jarang masyarakat tertarik pada Muhammadiyah itu karena berangkat dari membaca dan mencermati Fatwa-fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid.
Bertolak dari itu semua, maka siapapun yang mengaku dirinya warga atau simpatisan Muhammadiyah, kiranya masih dipertanyakan ketulusannya manakala belum bisa menghargai dan masih memandang sebelah mata terhadap fatwa-fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid, dan suatu saat sangat memungkinkan yang bersangkutan menjadi penghalang atau penggembos bagi perjuangan Muhammadiyah ke depan. (SHOLIH SU’AIDY_PDM)