MIM Watuagung, Dimiliki Muhammadiyah dan Dirawat Warga Krecek

MIM Krecek di Watuagung Watulimo

Jum’at (15/4) bidang dakwah PDPM Trenggalek bersama jajaran PCPM dan PCM Watulimo mengunjungi Dusun Krecek, Desa Watuagung – Watulimo. Dalam rangka safari ramadhan sekaligus mengajak warga sekaligus jama’ah masjid di sekitar MI Muhammadiyah Watuagung untuk buka bersama. Tak hanya itu LAZISMU Watulimo juga memberikan donasi untuk tamir masjid.

Untuk informasi MIM Watuagung atau biasa dikenal MIM Krecek merupakan salahsatu sekolah tertua di Watulimo. Sekaligus merupakan sekolah pertama yang ada di Desa Watuagung. Bermula dari dinding gedek (anyaman bambu) sekitar tahun 1964 dan saat ini sudah memiliki bangunan yang cukup layak.

Bagi sebagian warga Dusun Krecek berusia 50.an tahun, banyak kenangan yang dirasakan saat dulu bersekolah di MIM Krecek. Mulai dari ingatan kepala sekolah yang selalu membawa sempritan (peluit) untuk mengingatkan siswanya yang bandel, hingga kenangan cara guru yang nembang jawa saat para murid susah diajar.

“Lek biyen enek guru seng apal banget, wonton bocah seng nakal, utowo guder pas diulang dados disemprit gek dikon metu, lek sampun cekap ne ngukummangke disemprit maleh ken mlebu di ulang maleh, kaleh guru seng senengane nembang ae mas” Ungkap salahseorang warga kepada kami.

“Sakdurunge ngenal sekolah liyo, warga mriki kenal .e nggeh MI Muhammadiyah niki mas, biyen taseh gedek bangunane” Sambungnya

Saat pelaksanaan buka bersama-pun PCPM Watulimo sepenuhnya dibantu warga sekitar masjid, mulai dari belanja kebutuhan, memasak, hingga mengundang warga untuk buka bersama. Bahkan rumah “mbah uceng” (Kasun) menjadi “maskas” untuk kegiatan ibu-ibu menyiapkan kebutuhan dapur.

Cerita warga tentang kenangan dengan sekolah milik Muhammadiyah ini ternyata turun-temurun. Jadi setiap yang jadi kepala sekolah di MIM Krecek pasti menjadi bapak yang sangat dekat dengan siswanya. Tak jarang siswa- siswa “ngalem” dengan sosok kepala sekolah di MIM Krecek. Persis seperti saat kita melihat anak ke bapaknya. Meskipun tidak “Boso” Tapi ada hubungan personal yang cukup dalam antara kepala sekolah dengan siswanya yang tak jarang membuat orang yang melihatnya senyum sendiri karena ” Nggumunnya”.

Kebiasaan, adat, dan kondisi sosial yang dimiliki warga Dusun Krecek terhadap Pimpinan Muhammadiyah Watulimo, seperti halnya saudara sedarah yang ngangeni karena jarang bertemu tapi selalu lekat dalam ingatan.

Begitulah kami merepresentasikan warga Krecek dalam kacamata kami. Jadi bagi kami, sebagai bagian dari pemimpin Muhammadiyah merasa “mbegogok marem ng ati” Ketika melihat keramahan dan kedekatan warga Krecek terhadap Muhammadiyah setiap kali kita berkunjung kesana dan cara mereka ngopeni sekolah Muhammadiyah di dusunnya. (TIMRED-INFOKOM)