Opini: Calon Tunggal di Pilkada Trenggalek, Ancaman Bagi Demokrasi?

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak selalu diharapkan menjadi ajang bagi masyarakat untuk memilih pemimpin yang mampu membawa daerah ke arah yang lebih baik. Namun, di Trenggalek, yang memiliki jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 587 ribu, muncul persoalan serius ketika hanya ada satu calon yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Fenomena calon tunggal ini memunculkan banyak spekulasi dan kekecewaan, terutama dari kalangan aktivis pro-demokrasi dan lembaga masyarakat.

Calon tunggal dalam pilkada bukan hanya sebuah anomali, tetapi juga bisa diartikan sebagai sinyal adanya krisis calon pemimpin. Ketika masyarakat hanya diberikan satu pilihan, mereka kehilangan kesempatan untuk melihat berbagai visi dan program dari calon-calon yang berbeda. Hal ini mengurangi kualitas demokrasi di tingkat lokal, di mana perdebatan ide dan gagasan seharusnya menjadi inti dari pemilihan kepala daerah.

Lebih jauh, calon tunggal membuat masyarakat dihadapkan pada pilihan yang terbilang simbolis, yaitu antara memilih calon yang ada atau bumbung kosong. Padahal, esensi demokrasi adalah menawarkan alternatif, bukan memilih dari opsi yang terbatas. Tanpa adanya calon lain, sulit bagi pemilih untuk melakukan perbandingan guna menentukan pilihan yang paling sesuai dengan kebutuhan daerah.

Keberadaan calon tunggal ini juga bisa dilihat sebagai tanda bahwa partisipasi politik di Trenggalek mengalami penurunan bahkan bisa dibilang kering, dari sisi calon dan keberanian parpol menentukan sikap independensinya. Apakah ini disebabkan oleh dominasi politik tertentu? Ataukah ini mencerminkan rendahnya minat politik dari masyarakat dan figur potensial lainnya untuk ikut serta dalam kontestasi politik? Pertanyaan-pertanyaan ini harus dijawab dengan kajian yang lebih mendalam agar pemahaman terhadap fenomena calon tunggal ini bisa lebih komprehensif.

Pada akhirnya, pilkada dengan calon tunggal menyisakan kekecewaan bagi mereka yang berharap adanya pilihan yang beragam. Demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang memberikan ruang bagi berbagai pemikiran dan pandangan untuk bersaing secara terbuka. Jika hal ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin akan ada dampak jangka panjang terhadap kualitas kepemimpinan dan partisipasi masyarakat di Trenggalek. (PIMRED-TAUFIK)