Pendidikan Politik Hukum, Bupati Trenggalek Tegaskan Tiga Alasan Tolak Tambang Emas Diwilayahnya

bupati_trenggalek_tolak_tambang
Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin (Baju Hijau) berdialog dan didampingi oleh (dari kiri) Rere Jambore Christanto, Dr Trisno Raharjo SH MHum, Dr M Busyro Muqoddas SH MHum, Asfinawati SH, Bagus Hadikusumo

Pendidikan Politik Hukum digelar Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Trenggalek secara kolaboratif bersama Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, LHKP PPM, dan AMM Trenggalek, Sabtu, (3/9/22) di Gedung Pendopo Manggala Praja Nugraha.

Dalam Seminar Pendidikan Politik Hukum mendiskusikan terkait kegiatan pertambangan oleh PT. Sumber Mineral Nusantara (SMN) yang terlihat adanya gejala sentralisasi kewenangan pemerintah pusat. Akibatnya karena pola sentralisik tersebut muncul perizinan produksi tambang secara tiba-tiba.

Bupati Mohammad Nur Arifin, hadir bersama pejabat pemerintah Kabupaten Trenggalek, aktivis lingkungan, aktivis hukum, pemimpin kecamatan dan aktivis persyarikatan Muhammadiyah. Turut hadir Busyro Muqoddas, Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM dan Kebijakan Publik dan Trisno Raharjo Majelis Hukum serta tim dari HAM PP Muhammadiyah.

Bupati Trenggalek menjelaskan, pihaknya telah melakukan riset bersama pejabat pemerintah salahsatunya mengunjungi masyarakat yang tempat tinggalnya menjadi wilayah konsensi tambang PT. SNM, menurutnya masyarakat diwilayah itu menolak adanya tambang.

“Akhirnya, ya sudah ini tidak perlu dilaksanakan, saya manut sama warga, tidak perlu lagi proses yang namanya tambang kalau menimbulkan kerugian kepada masyarakat,” jelas Mas Ipin, sapaan akrabnya.

Sudah tidak ada kabar tentang pertambangan ini, karena UU Nomor 3 Tahun 2020 mengenai tambang berpindah ke pemerintah provinsi, kemudian diteruskan ke pemerintah pusat yang kabarnya akan diserahkan kewenangannya ke provinsi kembali.

“Nah tau-tau sudah ada yang namanya izin usaha produksi, kalau izinnya kegiatan eksplorasi, mungkin saya masih masuk akal ya, tetapi kemudian judulnya sudah izin usaha produksi, terus ketika saya lihat luasannya adalah 12 ribu hektar, saya itu langsung mbatin (berbicara dalam hati), kok iso metu kilo (kok bisa keluar) izin 12 ribu hektar dari mana ceritanya?,” lanjutnya dengan cerita.

“Saat grilling (pengeboran) saja, lanjutnya, di Desa Dukuh aja di tolak masyarakat, kemudian, saya juga dibaiat oleh masyarakat Desa Sumber Bening, kata masyarakat ketika sampean (Bupati Ipin) jadi pejabat, pokoknya pesannya satu, gunung iki ojo sampek diacak-acak (gunung ini jangan sampai dirusak) oleh tambang emas . Kita warga tidak ada yang mau” Lanjut terang Bupati.

Mengingat apa yang terjadi di Dukuh beberapa tahun yang silam, Bupati Ipin mengatakan bahwa kondisi masyarakat sudah bertentangan. Studi AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan)-nya kurang pun dinilainya komprehensif.

“Tidak ada analisis mengenai dampak lingkungan sosial juga, kok bisa lolos, sampai dapat izin, itu masyarakat kira-kira yang ditanya ini masyarakat yang sebelah mana?,” jelasnya heran.

Saat ini terdapat sembilan kecamatan yang menjadi sasaran eksploitasi tambang di Kabupaten Trenggalek yaitu, Kecamatan Watulimo, Kampak, Munjungan, Dongko, Gandusari, Karangan, Suruh, Pule dan Trenggalek.

Seperti diketahui bupati Trenggalek Mochammad Nur Arifin, dengan tegas menolak rencana eksploitasi tambang emas di wilayah Kabupaten Trenggalek oleh PT SMN.

Ia menjelaskan tiga alasan penolakan produksi tambang di Kabupaten Trenggalek.

“Alasan saya yang pertama, saya itu mung sakdermo (sekedar) dipilih sama masyarakat, saya orang yang mengemban amanah masyarakat Trenggalek, wilayah harus dimanaje (diatur), disitu ada banyak orang, maka ada yang dipasrahi dan saya ini hanya seorang yang kepasrahan kira kira begitu,” tuturnya.

Kemudian alasan yang kedua, lanjutnya, dari sisi luasan. Harusnya, kalau meningkat sampai izin produksi atau sudah dieksploitasi, harus diawali eksplorasi terlebih dahulu.

“Lha eksplorasi saja lo, mereka itu hanya di beberapa titik, jangan kok desa, ini hanya beberapa dukuhan, lha kok bisa terus kemudian izin itu mencangkup 9 kecamatan! ” tegasnya lagi.

Selanjutnya yang ketiga, ketika dicoba untuk dioverlay oleh Pemerintah Bapedda, dengan menganalisis tata ruang yang ada, terdapat fakta bahwa ditemukan ada delapan ribu wawawan lindung, ada sekian ribu kawasan karst, ada sekian ratus permukiman warga, ada sekian ribu sawah, ada sekian ribu hutan produksi.

“Lha terus kalau saya disuruh mempersilahkan tambang ini beroperasi. Lha, manut tata ruang saja enggak beres (tidak beres). Bahkan orang-orang itu (PT SMN), kalau izin-izinnya bermasalah dengan tata ruang itu bisa kena pidana. Karena dalam pelanggaran proses tata ruang itu ada acaman pidananya juga,” tandasnya tegas. (INFOKOM_Candra Dwi Aprida)