kitapemuda.com– Baru – baru ini Kementerian agama memperkenalkan wajah baru dari lebel halal. Logo tersebut di latarbelakangi karena melaksanakan ketentuan Pasal 37 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), Kemenag diwajibkan membuat logo halal baru yang berlaku secara nasional.
“Di waktu-waktu yang akan datang, secara bertahap label halal yang diterbitkan oleh MUI dinyatakan tidak berlaku lagi. Sertifikasi halal, sebagaimana ketentuan undang-undang diselenggarakan pemerintah, bukan lagi ormas,” kata Yaqut lewat akun Instagram miliknya, @gusyaqut, Sabtu (12/3).
Makna Desain Halal
Dalam mendesain logo halal yang baru, Kemenag patut diapresiasi dalam merancang logonya. Mulai dari bentuk yang kreatif sampai pemilihan warnanya yang terkesan elegan. Jika dibandingkan dengan bentuk logo MUI yang lama, logo kemenag terlihat lebih moderen dan mengikuti perkembangan zaman.
Filosofi dari logo baru yang dibuat kemenag juga cukup kompleks. Kepala BPJPH, Muhammad Aqil Irham dalam kemenag.go.id mengungkapkan bahwa logo tersebut tediri dari dua objek, yaitu gunungan dan motif surjan. Memang terlihat sangat mencolok bahwa terdapat bentuk dari gunungan yang didalamnya terdapat tulisan halal secara implisit.
Dilansir dari republika.co.id, gunungan yang berbentuk kerucut mempunyai arti yaitu semakin tinggi ilmu dan usia manusia harus semakin mengerucut atau dalam bahasa Jawa dikenal dengan istilah golog gilig, yaitu bersatunya jiwa, cipta, rasa, karsa, dan karya. Makna sederhananya adalah semakin dekat dengan Sang Pencipta. Aqil juga menambahkan bahwa logo baru ini dimaksudkan untuk mengahadirkan rasa kenyamanan, keselamatan, kepastian produk halal bagi yang menggunakan produk berlogo halal.
Artinya bahwa penciptaan logo ini salahsatu aspeknya motifnya mengambil dari budaya Jawa yaitu pewayangan, yang kemudian diartikan oleh Aqil sebagai simbol Islam di Indonesia yaitu dengan pendekatan seni dan budaya lokal.
Desain Logo Halal Bias
Namun, ada beberapa hal yang memang harus diperhatikan dalam pembuatan logo. Misalnya dalam bentuk, nilai, dan fungsi dari logo itu sendiri. Memang tidak ada patokan tertentu apakah logo itu baik atau buruk. Namun yang harus menjadi sorotan adalah dalam pembuatan logo akan lebih bagus ketika mudah dibaca. Terlebih lagi bahwa yang dibuat adalah logo halal yang harus jelas menampakan tulisan halal-nya agar mudah dibaca oleh masyarakat.
Dalam Pembuatan bentuk logo tersebut, dilihat dari desainnya membiaskan tulisan “Halal” pada logo halal umumnya. Jika tidak diperhatikan dengan detail tentu akan sulit membaca dari tulisan “halal” tersebut. Pengaplikasian logo halal terbaru misalnya, ketika logo tersebut dicetak pada gambar bersekala kecil dalam bungkus makanan, maka akan dimungkinkan tidak begitu terbaca tulisan halalnya atau yang akan terlihat menjadi lambang gunungan saja. Hal ini juga memungkinkan seorang akan sulit membaca “halal” pada logo tersebut, bisa saja orang mengira logo halal sebagai logo sebuah produk atau lambang lain.
Maka akan lebih bijak ketika dikembalikan pada bentuk dan fungsi “cap” halal itu sendiri yang merupakan rambu makanan yang boleh dikonsumsi bagi umat Muslim. Sehingga logo dapat menampilkan tulisan halal dengan jelas dan tidak men-bias-kannya dengan bentuk ornamen lain yang menyulitkan konsumen untuk membedakan dengan logo produk atau menyulitkan konsumen membaca tulisan halalnya.
Jika di bandingkan dengan logo halal kemenag saat ini, logo MUI dahulu sudah cukup aplikatif dengan tetap mempertahankan tulisan menggunakan teks arab dan juga tulisan penegasan MUI. Alasan tersebut karena logo halal MUI yang lama memang berfungsi sebagai cap pada makanan, stempel dan yang berkaitan dengan identitas ke-halal-an suatu produk, sehingga diniliai lebih aplikatif.
Kesan Menonjolkan Budaya Tertentu
Disamping terkait bentuk dan fungsi logo, nilai atau filosofi dari logo tersebut juga harus diperhatikan. Penggambaran filosofi dari logo akan lebih baik ketika tidak menggunakan unsur yang sensitif, misalnya mengambil pada budaya tertentu. Hal ini dikawatirkan akan menjadi polemik di masyarakat. mengingat di Indonesia sendiri mempunyai banyak keragaman budaya, sehingga pengambilan satu budaya untuk dijadikan lambang dari kemajemukan dinilai kurang begitu tepat. Hal tersebut dibuktikan ketika postingan kemenag dalam akun media sosial nya twitter direspons kurang baik oleh warga net.
Misalnya pada akun twitter @Fauzi98391577 mengatakan “sekalian ganti nama jadi negara republik jawa” atau pada akun twitter @rezalisni mengatakan “Krn logo halal kalian terlalu “JAWA” maka kami urang minang akan memakai logo halal yg “MINANG” sesuai adat budaya kami”.
Senada dengan mereka, Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas memberikan kritik terkait dengan logo baru dari kemenag
“karena yang namanya budaya bangsa itu bukan hanya budaya Jawa, sehingga kehadiran dari logo tersebut menurutu saya menjadi terkesan tidak arif. Karena disitu tidak tercermin apa yang dimaksud dengan keIndonesiaan yang kita junjung tinggi”. Ungkap Anwar Abas. (FARIQ HAIZA KUSUMA ELYAS_PCPM WATULIMO)
Leave a Reply